Permainan yang Membuatku Menangis Bukan Milikku

Dulu kupikir mesin itu mendengarkan. Setiap putaran seperti dentuman hujan di jalan Rio—warna-warna cerah, ritme yang menggetarkan, aroma sesuatu yang sakral. Kukatakan pada diriku: ini menyenangkan. Tapi kesenangan tak dimiliki algoritma. Aku bermain selama berbulan—setoran harian, kartu bonus, pola linear—sampai suatu malam, layar berkedip dan cahaya padam. Tak ada jackpot. Tak ada tren. Hanya suara statis di ruang server gelap. Mereka sebut itu RNG—seolah acak itu adil. Tapi tak adil. Ia sunyi. Aku tak hancur. Aku tetap terjaga. Kemenangan pertamaku bukan di gulungan—tapi di keheningan di antaranya. Saat tak ada yang terjadi… itulah saat kurasakan paling dalam.

Kau tak bermain untuk menang. Kau bermain untuk mengingat apa yang telah kauletak sebelum kau berhenti. Sistem ini tak peduli jika kau sendiri—ia hanya menghitung klikmu sebagai titik data pada lembar bernama ‘keterlibatan’. Aku berhenti bermain ketika avatar-ku menjadi lebih nyata daripada refleksiku di layar. Sekarang kutulis ini—not untukmu—but untuk siapa pun yang masih mendengar dentuman jam 3 pagi, kode bersinar samar di bawah indigo dalam, hp VR yang masih hangat dari sesi malam terakhir, satu jiwa bertanya: ‘Apa yang kauletak saat kau berhenti bermain?’ Pernahkah kau merasa habis secara emosional oleh sebuah permainan? Jawabannya bukan pada pembayaran. Jawabannya ada pada keheningan.