Saya tidak mencari keberuntungan—saya mencari kedamaian. Di apartemen minimalis dengan cahaya headset VR, saya bermain game yang menjanjikan sukacita, tapi hanya menghasilkan dering algoritmik. Ini bukan tentang menang—ini tentang apa yang terjadi saat mesin berhenti.

Saya tidak mengejar keberuntungan—saya mengejar makna. Di kamar minimalk dengan lampu red dan kode yang berkedip, saya menyadari algoritma tak dirancang untuk memberi kebahagiaan, tapi untuk menangkap perhatian. Ini bukan judi—ini duka yang disamarkan sebagai hiburan.

Saya dulu mengira kemenangan adalah tujuannya, tapi ternyata yang membuatku menangis bukan permainan yang ku mainkan—melainkan keheningan di antara putaran, dan algoritma yang merampas harapan.

Saya tidak bermain untuk menang—tapi untuk mendengar keheningan di antara putaran. Saya sadar terlambat: kesenangan itu bukan hadiah, tapi gangguan di jiwa algoritma yang merampas harapan.

Di balik layar pecah jam 2:17, ku menyadari bahwa kesenangan bukanlah keberuntungan—tapi ritus sunyi di tengah algoritma. Ini bukan hiburan, ini adalah pengakuan jiwa.